• Posted by : Tyas aulia Sabtu, 25 Maret 2017

    ANATOMI FISIOLOGI
    Anatomi Fisiologi Otak
    Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang yang membungkusnya. Tanpa perlindungan ini otak yang lembut, yang membuat kita seperti adanya, akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Cedera kepala dapat mengakibatkan malapetaka besar bagi seseorang. Pada orang dewasa tengkorak merupakan ruangan keras yang tidak memungkinkan perluasan isi intrakranial. Tulang sebenarnya terdiri dari 2 dinding atau tabula yang dipisahkan oleh tulang berongga.
    Dinding luar disebut tabula eksternal dan dinding bagian dalam disebut tabula internal. Pelindung lain yang melapisi otak adalah meninges. Ketiga lapisan meninges adalah durameter, araknoid dan piameter (Price, Silvia A ; 2005 : 1014).
    Sistem persarafan terdiri dari:
    a.      Susunan saraf pusat
    1.      Otak
    a)      Otak besar atau serebrum (cerebrum)
    Mempunyai dua belahan yaitu hemisfer kiri dan hemisfer kanan yang duhubungkan oleh massa substansi alba(substansia alba) yang disebut korpus kalosum (corpus callosum). Serebrum terdiri atas : korteks sereri, basal ganglia (korpora striate) dan sistem limbik(rhinencephalon).
    b)      Otak kecil (serebelum)
    Serebelum (otak kecil) terletak dalam fossa kranial posterior, dibawah tentorium serebelum bagian posterior dari pons varolii dan medula oblongata. Serebelum mempunyai dua hemisfer yang dihubungkan oleh vermis. serebelum dihubungkan dengan otak tengah oleh pedunkulus serebri superior, dengan pons paroli oleh pedunkulus serebri media dan dengan medula oblongata oleh pedunkulus serebri inferior. Lapisan permukaan setiap hemisfer serebri disebut korteks yang disusun oleh substansia grisea. Lapisan – lapisan korteks serebri ini dipisahkan oleh fisura transversus yang tersusun rapat. Kelompok massa substansia grisea tertentu pada serebelum tertanam dalam substansia alba yang paling besar dikenal sebagai nukleus dentatus.
    c)      Batang otak.
    Pada permukaan batang otak terdapat medula oblongata, pons varolii, mesensefalon dan diensefalon. Talamus dan epitalamus terlihat dipermukaan posterior batang otak yang terletak diantara serabut capsula interna. Disepanjang pinggir dorsomedial talamus terdapat sekelompok serabut saraf berjalan keposterior basis epifise.
    2.      Sum-sum tulang belakang (trunkus serebri)
    Medula spinalis merupakan bagian sistem saraf pusat yang  menggambarkan perubahan terakhir pada perkembangan embrio. Semula ruangannya besar kemudian mengecil menjadi kanalis sentralis. Medulla spinalis terdiri atas dua belahan yang sama dipersatukan oleh struktur intermedia yang dibentuk oleh sel saraf dan didukung oleh jaringan interstisial.
    Medula spinalis membentang dari foramen magnum sampai setinggi vertebra lumbalis I dan II, ujung bawahnya runcing menyerupai kerucut yang disebut konus medularis, terletak didalam kanalis vertebralis melanjut sebagai benang-benang(filum terminale) dan akhirnya melekat pada vertebra III sampai vertebra torakalis II, medula spinalis menebal kesamping. penebalan ini dinamakan intumensensia servikalis.
    b.      Susunan saraf perifer
    a)      Susunan saraf somatik
    Indra somatik merupakan saraf yang mengumpulkan informasi sensori dari tubuh. Indra ini berbeda dengan indra khusus (penglihatan, penghiduan, pendengaran, pengecapan dan keseimbangan), indra somatik digolongkan menjadi 3 jenis :
                (a). Indra somatik mekano reseptif.
                (b). Indra termoreseptor.
                (c). Indra nyeri.
         Susunan saraf otonom
    Saraf yang mempersarafi alat – alat dalam tubuh seperti kelenjar, pembuluh darah, paru – paru, lambung, usus dan ginjal. Alat ini mendapat dua jenis persarafan otonom yang fungsinya saling bertentangan, kalau yang satu merangsang yang lainnya menghambat dan sebaliknya, kedua susunan saraf ini disebut saraf simpatis dan saraf parasimpatis. (syaifuddin ; 2009 : 335 – 360). 
     
    DEFINISI
    1.      Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak. (Pierce Agrace & Neil R. Borlei, 2006 hal 91).
    2.      Trauma atau cedera kepala adalah di kenal sebagai cedera otak gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neurologis terjadi karena robeknya substansia alba, iskemia, dan pengaruh masa karena hemoragik, serta edema serebral do sekitar jaringan otak. (Batticaca Fransisca, 2008, hal 96).
    3.      Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak (Arif Muttaqin, 2008, hal 270-271).
    4.      Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala (Suriadi & Yuliani 2001).
    5.      Sedangkan menurut Black & Jacobs, (1993) cedera kepala adalah trauma pada otak yang diakibatkan kekuatan fisik eksternal yang menyebabkan gangguan kesadaran tanpa terputusnya kontinuitas otak.
     
    KLASIFIKASI
    Cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme, keparahan dan morfologi cedera:
    1.      Mekanisme:
    a.      Cedera kepala tumpul, dapat disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh atau pukulan benda tumpul.
    b.      Cedera kepala tembus (penetrasi), disebabkan luka tembak atau pukulan benda tumpul.
    2.      Berdasarkan beratnya:
    a.      Cedera kepala ringan ( CKR ) Jika GCS antara 13-15 , dapat terjadi kehilangan kesadaran kurang dari 30 menit, tetapi ada yang menyebut kurang dari 2 jam, jika ada penyerta seperti fraktur tengkorak , kontusio atau temotom (sekitar 55% ).
    b.      Cedera kepala kepala sedang ( CKS ) jika GCS antara 9-12, hilang kesadaran atau amnesia antara 30 menit -24 jam, dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientasi ringan ( bingung ).
    c.       Cedera kepala berat ( CKB ) jika GCS 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, juga meliputi contusio cerebral, laserasi atau adanya hematoma.
    1.      Berdasarkan morfologi:
    1)      Fraktur tengkorak
    a.      Kalvaria: Linear atau stelata, Depressed ataunondepressed, Terbuka atau tertutup.
    b.      Dasar tengkorak: Dengan atau tanpa kebocoran CNS, Dengan atau tanpa paresis/kelumpuhan nervus VII (fasial)
    2)      Lesi intrakranial
    a.      Fokal: Epidural, Subdural, intraserebral
    b.      Difusa: Komosio ringan, Komosio klasik, Cedera aksonal difusa
    2.      Skala Coma Glasgow (GCS)
    Tabel I.Skala Coma Glasgow
     
    Buka mata (E)
    Respon verbal (V)
    Respon motorik (M)
    1 Tidak ada reaksi

    2 Dengan  rang
       sang nyeri

    3 Terhadap suara

    4 Spontan


    1 Tidak ada jawaban

    2 Mengerang


    3 Tidak tepat

    4 Kacau/confused

    5 Baik,tidak ada dis
       orientasi
    1 Tidak ada reaksi

    2 Reaksi ekstensi(deserebrasi)


    3 Reaksi fleksi(dekortikasi)

    4 Reaksi menghindar

    5 Melokalisir nyeri

    6 Menurut perintah
    (Sumber:dr George Dewanto,Sp.s,dkk.Panduan Praktis:Diagnosis & Tatalaksana Penyakit Saraf) Klasifikasi yang mendekati keadaan klinis adalah berdasarkan nilai GCS yang dikeluarkan oleh The Traumatic Coma Data Bank (Hudak dan Gallo ; 1996 : 59, dikutip oleh cholik Harun Risjidi)

    Tabel 2. Kategori penentuan keparahan cedera  kepala berdasarkan nilai skala Koma Glasgow
    Penentuan keparahan
    Deskripsi
    Frekuensi


    Minor/ringan
    GCS:13-15
    Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit
    Tidak ada fraktur tengkorak,tidak ada kontusio serebral,tidak ada hematom


    55 %


    Sedang


    GCS:9-12
    Kehilangan kesadaran dan/atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam
    Dapat mengalami fraktur tengkorak


         24 %



    Berat

    GCS:3-8
    Kehilangan kesadaran dan /atau amnesia lebih dari 24 jam,juga meliputi kontusio serebral,laserasi,
    atau hematom intrakranial



    21 %
    (Sumber:Cholik Harun Rosjidi,cs(Buku Ajar Perawatan Cedera Kepala & Stroke)
     
    MANIFESTASI KLINIS
    1.      Cedera kepala ringan (kelompok resiko rendah)
    a.      Skor skala Come Glasgow 13-15 (sadar penuh dan orientatif)
    b.      Tidak ada kehilngan kesadaran
    c.       Tidak adan intoksikasi alkohol atau obat terlarang
    d.      Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
    e.      Pasien dapat menderita pendarahan (haematoma) pada kulit kepala
    f.        Tidak ada criteria cedera sedang – berat
    2.      Cedera kepala sedang ( kelompok resiko sedang)
    a.      Skor scala como Glasgow 9-12 (letargi)
    b.      Amnesia paska trauma
    c.       Muntah
    d.      Tanda kemungkinan fraktur kranium (mata rabun, hemotimpanum, otorea, rinorea cairan serebrospinal)
    e.      Kejang
    3.      Cedera kepala berat (kelompok resiko berat)
    a.      Skor skala como Gaslow ≤8 (como)
    b.      Penurunan derajat kesadaran secara progresif
    c.       Tanda neurologis vocal
    d.      Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur cranium
     
    ETIOLOGI
    Penyebab cedera kepala adalah kecelakaan lau lintas, perkelahian, jatuh, dan cedera olahraga, cedera kepala terbuka sering disebabkan oleh pisau atau peluru.
    Cedera kepala merupakan salah satu penyebab terbesar kematian dan kecacatan utama pada usia produktif dan sebagian terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Disamping penanganan dilokasi kejadian kejadian dan transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan pelaksanaan dan pognosis selanjutnya (Mansyoer, 2005)

    PATOFISIOLOGI
    Patofisiologis dari cedera kepala traumatic dibagi dalam proses primer dan proses sekunder. Kerusakan yang terjadi dianggap karena gaya fisika yang berkaitan dengan suatu trauma yang relative baru terjadi dan bersifat irreversible untuk sebagian besar daerah otak. Walaupun kontusio dan laserasi yang terjadi pada permukaan otak, terutama pada kutub temporal dan permukaan orbital dari lobus frontalis, memberikan tanda-tanda jelas tetapi selama lebih dari 30 tahun telah dianggap jejas akson difus pada substasi alba subkortex adalah penyebab utama kehilangan kesadaran berkepanjangan, gangguan respon motorik dan pemulihan yang tidak komplit yang merupakan penanda pasien yang menderita cedera kepala traumatik berat.
    Proses primer timbul langsung pada saat trauma terjadi. Cedera primer biasanya fokal (perdarahan, konusi) dan difus (jejas akson difus).Proses ini adalah kerusakan otak tahap awal yang diakibatkan oleh benturan mekanik pada kepala, derajat kerusakan tergantung pada kuat dan arah benturan, kondisi kepala yang bergerak diam, percepatan dan perlambatan gerak kepala. Proses primer menyebabkan fraktur tengkorak, perdarahan segera intrakranial, robekan regangan serabu saraf dan kematian langsung pada daerah yang terkena.
    Kerusakan sekunder timbul beberapa waktu setelah trauma menyusul kerusakan primer. Dapat dibagi menjadi penyebab sistemik dari intrakranial. Dari berbagai gangguan sistemik, hipoksia dan hipotensi merupakan gangguan yang paling berarti. Hipotensi menurunnya tekanan perfusi otak sehingga mengakibatkan terjadinya iskemi dan infark otak. Perluasan kerusakan jaringan otak sekunder disebabkan berbagai faktor seperti kerusakan sawar darah otak, gangguan aliran darah otak metabolisme otak, gangguan hormonal, pengeluaran bahan-bahan neurotrasmiter dan radikal bebas. Trauma saraf proses primer atau sekunder akan menimbulkan gejala-gejala neurologis yang tergantung lokasi kerusakan. Kerusakan sistem saraf motorik yang berpusat dibagian belakang lobus frontalis akan mengakibatkan kelumpuhan pada sisi lain. Gejala-gejala kerusakan lobus-lobus lainnya baru akan ditemui setelah penderita sadar. Pada kerusakan lobus oksipital akan dujumpai ganguan sensibilitas kulit pada sisi yang berlawanan. Pada lobus frontalis mengakibatkan timbulnya seperti dijumpai pada epilepsi lobus temporalis.
    Kelainan metabolisme yang dijumpai pada penderita cedera kepala disebabkan adanya kerusakan di daerah hipotalamus. Kerusakan dibagian depan hipotalamus akan terjadi hepertermi. Lesi di regio optika berakibat timbulnya edema paru karena kontraksi sistem vena. Retensi air, natrium dan klor yang terjadi pada hari pertama setelah trauma tampaknya disebabkan oleh terlepasnya hormon ADH dari daerah belakang hipotalamus yang berhubungan dengan hipofisis. Setelah kurang lebih 5 hari natrium dan klor akan dikeluarkan melalui urine dalam jumlah berlebihan sehingga keseimbangannya menjadi negatif. Hiperglikemi dan glikosuria yang timbul juga disebabkan keadaan perangsangan pusat-pusat yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat didalam batang otak.
    Batang otak dapat mengalami kerusakan langsung karena benturan atau sekunder akibat fleksi atau torsi akut pada sambungan serviks medulla, karena kerusakan pembuluh darah atau karena penekanan oleh herniasi unkus.
    Gejala-gejala yang dapat timbul ialah fleksiditas umum yang terjadi pada lesi tranversal dibawah nukleus nervus statoakustikus, regiditas deserebrasi pada lesi tranversal setinggi nukleus rubber, lengan dan tungkai kaku dalam sikap ekstensi dan kedua lengan kaku dalam fleksi pada siku terjadi bila hubungan batang otak dengan korteks serebri terputus. Gejala-gejala Parkinson timbul pada kerusakan ganglion basal. Kerusakan-kerusakan saraf-saraf kranial dan traktus-traktus panjang menimbulkan gejala neurologis khas. Nafas dangkal tak teratur yang dijumpai pada kerusakan medula oblongata akan menimbulkan timbulnya Asidesil. Nafas yang cepat dan dalam yang terjadi pada gangguan setinggi diensefalon akan mengakibatkan alkalosisi respiratorik.
     
    KOMPLIKASI
    1.      Perdarahan ulang
    2.      Kebocoran cairan otak
    3.      Infeksi pada luka atau sepsis
    4.      Timbulnya edema serebri
    5.      Timbulnya edema pulmonum neurogenik, akibat peninggian TIK
    6.      Nyeri kepala setelah penderita sadar
    7.      Konvulsi

    PEMERIKSAAN PENUNJANG
    Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada klien dengan cedera kepala meliputi :
    1.      CT scan (dengan / tanpa kontras)
    Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan, ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
    2.      MRI
    Digunakan sama dengan CT scan  dengan / tanpa kontras radioaktif.
    3.      Cerebral Angiography
    Menunjukkan anomali sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan otak sekunder menjadi edema, perdarahan, dan trauma.
    4.      Serial EEG
    Dapat melihat perkembangan gelombang patologis.
    1.      Sinar-X
    Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan / edema), fragmen tulang.
    6.      BAER
    Mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil.
    7.      PET
    Mendeteksi perubahan aktivitas metabolism otak.
    8.      CSS
    Lumbal pungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
    9.      Kadar elektrolit
    Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan tekanan intracranial.
    10.  Screen Toxicology
    Untuk mendeteksi pengaruh obat yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran.
    11.  Rontgen thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)
    Rontgen thoraks menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleural.
    12.  Toraksentesis menyatakan darah / cairan.
    13.  Analisa Gas Darah (AGD / Astrup)
    AGD adalah salah satu tes diagnostic untuk menentukan status respirasi. Status respirasi yang dapat digambarkan melalui pemeriksaan AGD ini adalah status oksigenasi dan status asam basa.
     
    KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS
    Pengkajian kegawatdaruratan
    1.      Primary Survey
    a.      Airway dan Cervical Control
    Hal pertama yang dinilai kecelakaan airway, meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur mandibula atau maksila, fraktur laring atau trakea. Dalam hal ini dapat dilakukan “chin lift” atau “jaw thrust”. Selama memeriksa dan memperbaiki jalan nafas, harus diperhatikan bahwa tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi leher.
    b.      Breathing dan Ventilation
    Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik, pertukaran gas yang terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan pengeluaran karbondioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi : fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diafragma.
    c.       Circulation dan Hemorrhage Control
    2.      Volume darah dan curah jantung
    Kaji pendarahan klien, suatu keadaan hipotensi harus dianggap disebabkan oleh hipovelemia. Tiga observasi dalam hitungan detik dapat memberikan informasi mengenai keadaan hipodinamik yaitu kesadaran, warna kulit dan nadi
    3.      Kontrol pendarahan
    a.      Disability : Penilaian neurologis secara cepat yaitu tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil
    b.      Eksposure dan Environment Control : Dilakukan pemeriksaan head to toe untuk memeriksaan jejas, membuka semua pakaian klien untuk mengetahui adanya luka
    4.      Secondary Survey
    a.      Focus assessment
    Anamnesis harus lengkap karena akan menimbulkan gambaran mengenai cedera yang mungkin diderita
    A           : alergi
    M          : medikasi atau obat-obatan
    P           : penyakit sebelumnya yang diderita : hipertensi, DM
    L            : last meal (waktu terakhir makan, bukan makan apa)
    E           : event, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera
    b.      Head To Toe Assessment
    Meliputi pemeriksaan inspeksi, auskultasi palpasi dan perkusi
    1)      Kulit kepala : Seluruh kepala diperiksa, cukup sering terjadi bahwa penderita yang tampaknya cidera ringan, tiba-tiba ada darah di lantai yang berasal dari tetesan luka belakang kepala.
    2)      Wajah : Ingat prinsip “look listen feel” apabila ada cedera di sekitar mata jangan lupa untuk memeriksa mata, karena pembengkakan dimata akan menyebabkan pemeriksaan mata selanjutnya sulit.
    ·         Mata     :  pemeriksaan kornea ada cidera atau tidak, pupil mengenai isokor serta refleks cahaya, acies virus dan acies campus
    ·         Hidung : apabila ada pembengkakan, lakukan palpasi akan kemungkinan krepitasi dari suatu fraktur
    ·         Zygoma : apabila ada pembengkakan jangan lupa mencari krepitasi akan terjadinya fraktur zygoma
    ·         Telinga : periksa dengan senter mengenai keutuhan membran timpani atau ketidakmampuan
    ·         Rahang atas : periksa stabilitas rahang atas
    ·         Rahang bawah : periksa akan adanya fraktur, perhatikan adanya tanda fraktur basis
    ·         Crania   : hasil hematom atau raccoon eyes (mata panda), blody rinorhea (peradangan hidung), bloody otorhe (pendarahan telinga) dan battle sig (lebam di belakang telinga)
    1)      Leher
    Pada pemeriksaan leher, kolar terpaksa dilepas. Jangan seseorang untuk melakukan fiksi pada kepala. Untuk leher daerah belakang, jika akan dilakukan inspeksi, penderita harus dimiringkan dengan “log roll”
    Inspeksi-palpasi (DCAP-BLS-TIC-JVD) :
    D           : deformitas (perubahan bentuk)
    C           : contusio (memar)
    A           : abrasi (babras)
    P           : penetrasi (tusukan)
    B           : burn (luka bakar)
    L            : laserasi (robek)
    S            : swelling (bengkak)
    T           : tendernes
    I                        : instability (tidak stabil) tidak boleh ditekan
    C           : crepitasi
    J            : juguler
    V           : vena
    D           : distensi
    2)      Thoraks
    Pemeriksaan dilakukan dengan look-listen-feel inspeksi-palpasi (DCAPP-BLS)
    D           : deforitas
    C           : contusio
    A           : abrasi
    P           : penetrasi
    P           : paradoksal
    B           : burn
    L            : laserasi
    S            : swelling
    3)      Abdomen
    Inspeksi (DCAP-BLS)
    D           : deformitas
    C           : contusio
    A           : abrasio
    P           : penetrasi
    B           : burn
    L            : laserasi
    S            : swelling
    Palpasi pada 4 kuadran :
    Apabila perut seperti papan, tanda adanya pendarahan internal
    4)      Pelvis
    Inspeksi-palpasi (DCAP-BLS-TIC)
    D           : deforitas
    C           : contusio
    A           : abrasi
    P           : penetrasi
    P           : paradoksal
    B           : burn
    L            : laserasi
    S            : swelling
    T           : tenderness
    I            : instability (tidak stabil)         ditekan pada dua sias
    C           : crepitasi
    Jika pada primary survey sudah ditemukan nyeri pada pelvis maka TIC tidak diperiksa lagi
    5)      Genetalia
    Inspeksi pada daerah meatus uretra atau paling luar, adanya pendarahan, pembengkakan dan memar
    6)      Ekstermitas
    Pemeriksaan dilakukan dengan “look file move”. Ekstermitas bawah, inspeksi-palpasi (DCAP-BLS-TIC-PMS-ROM) :
    D           : deforitas
    C           : contusio
    A           : abrasi
    P           : penetrasi
    P           : paradoksal
    B           : burn
    L            : laserasi
    S            : swelling
    T           : tenderness
    I                        : instability  
    C           : crepitasi
    P           : pulse
    M          : motorik
    S            : sensorik
    ROM     : rangge off motion
    Ekstermitas atas, pemeriksaan dimulai dari garis tengah tubuh (klavikula-bahu-lengan-tangan). Inspeksi-palpasi (DCAP-BLS-TIC)
    D           : deforitas (perubahan bentuk)
    C           : contusio (memar)
    A           : abrasi (babras)
    P           : penetrasi (tusukan)
    B           : burn
    L            : laserasi
    S            : swelling
    T           : tenderness
    I                        : instability 
    C           : crepitasi
    7)      Bagian punggung
    Pemeriksaan punggung dilakukan dengan log roll (memeringkan penderita dengan tetap menjaga kesegarisan). Pada saat ini dapat dilakukan pemeriksaan punggung dengan inspeksi-palpasi (DCAP-BLS-TIC)
    D           : deformitas (perubahan bentuk)
    C           : contusio (memar)
    A           : abrasi (babras)
    P           : penetrasi (tusukan)
    B           : burn (luka bakar)
    L            : laserasi (robek)
    S            : swelling (bengkak)
    T           : tenderness
    I                        : instability (tidak stabil)
    C           : crepitasi

    DIAGNOSA KEPERAWATAN
    Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien cidera kepala
    1.      Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan aliran darah ke otak.
    2.      Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik.
    3.      Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan.
    4.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik.
    5.      Resiko infeksi berhubungan dengan imunitas port de entry mikroorganisme.
    6.      Kurang pengetahuan tentang penyakit kondisi, prognosis dan program pengobatan berhubungan dengan kurang informsi.
    (J.Wilkinson, 2007).

    DAFTAR PUSTAKA

    Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC

    S. C, Smeltzer. Brenda G, Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol 2. Jakarta : EGC









    Leave a Reply

    Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

  • Copyright © - Nursing Story

    Nursing Story - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan